Manajemen Reputasi PR Digital
Manajemen Reputasi PR Digital
Sebelum masuk ke dalam manajemen reputasi, ada sebaiknya
kita memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan reputasi :
John Dalton – Managing
Corporate Reputation
Reputation is the sum values that stakeholders attribute
to a company, based on their perception and interpretation of the image that
the company communicates over time
(Reputasi adalah total
penilaian dari atribut-atribut stakeholder pada perusahaan, berdasarkan pada
persepsi-persepsi mereka dan interpretasi-interpretasi pada image/citra
perusahaan yang dikomunikasikan secara terus menerus)
Ada semacam paradoks
yang berkembang dalam pengelolaan reputasi, bahwa semakin dibutuhkan, reputasi
cenderung semakin sulit untuk dikelola. Yang jelas, kehilangan reputasi yang
baik jauh lebih gampang dibanding usaha untuk membangunnya. Sebagian orang menyatakannya
dalam metafora, dibutuhkan sepuluh tahun untuk membangun reputasi yang baik,
tetapi cukup satu menit saja untuk meruntuhkannya. Mempertahankan reputasi
seseorang tidaklah mudah, apalagi mempertahankan reputasi yang baik dari
perusahaan.
Adam Joly menyatakan
bahwa secara makro kunci dari pengelolaan reputasi adalah: behave well.
Kelihatannya sederhana, tapi dalam prakteknya tidaklah sesederhana itu.
Mengingat reputasi perusahaan merupakan resultan dari pemenuhan terhadap
ekspektasi rasional dan ekspektasi emosional masing-masing stakeholder terhadap
perusahaan dalam setiap momen interaksinya.
Ekspektasi rasional seperti kita
ketahui bersama lebih didasarkan atas kinerja atau kualitas dari produk yang
dikonsumsi sedangkan ekspektasi emosional lebih didasarkan atas perilaku dan
persepsi stakeholder. Stakeholder di sini mencakup karyawan, pelanggan,
pemasok, pemegang saham, LSM, ataupun pemerintah. Padahal, masing-masing
stakeholder memiliki derajat kepentingan dan kebutuhan yang berbeda-beda.
Luasnya cakupan khalayak ini mengakibatkan upaya membangun reputasi membutuhkan
waktu yang lebih lama dibandingkan dengan membangun citra perusahaan.
Tidak
heran jika reputasi perusahaan merupakan aset strategis, karena reputasi dapat
meningkatkan value dari perusahaan yang bersangkutan.
Pengalaman penulis selaku
konsultan yang juga menggeluti jasa executive search menunjukkan betapa
reputasi yang kuat membantu perusahaan tidak hanya dalam menjual produknya dengan
harga yang menguntungkan, tetapi juga dalam menarik karyawan berpotensi tinggi
untuk bekerja padanya. Perusahaan dengan reputasi yang kuat cenderung menjadi
perusahaan idaman dan tambatan bagi profesional yang qualified.
Wajar jika belakangan ini makin banyak perusahaan bergiat dalam mengelola reputasinya. Hanya saja, ada beberapa catatan penulis menyikapi fenomena yang terjadi di lapangan. Ada kecenderungan bahwa perusahaan melihat reputasi perusahaan lebih berdasarkan persepsi internal.
Wajar jika belakangan ini makin banyak perusahaan bergiat dalam mengelola reputasinya. Hanya saja, ada beberapa catatan penulis menyikapi fenomena yang terjadi di lapangan. Ada kecenderungan bahwa perusahaan melihat reputasi perusahaan lebih berdasarkan persepsi internal.
Tantangan Manajemen Reputasi Di Era Digital
Alasan
sederhana mengapa Anda tidak perlu membuang waktu dengan bertanya apakah Anda
telah kehilangan kendali atas reputasi merek Anda. Sebab kini jawabannya jelas,
bahwa Anda tidak pernah memiliki kontrol atas reputasi merek Anda. Dengan kata lain, di zaman perubahan media seperti sekarang
ini, didorong oleh perkembangan media sosial dan konvergensi media
konvensional, reputasi perusahaan seakan berada di luar kendali. Ini
gara-gara perubahan lansekap media. Media kini semakin suit dikontrol. Melalui
media baru, saat ini orang bisa mengkomunikasikan merek kepada khalayak tentang
apa saja, termasuk hal-hal negatif tentang perusahaan atau merek. Bila dulu
lalu lintas informasi hanya berjalan satu arah, melalui saluran media sosial
sebagian besar lalu lintas berlangsung dua arah. Sekarang, audience bisa
menjawab kembali apa yang dikomunikasikan perusahaan dengan pendapat
ditransmisikan di seluruh dunia dalam sekejap mata. Pendapatnya beragam dan
simpang siur. Jadi berlangsunglah anarki di luar sana.
Siapapun yang memiliki dan mengakses internet
sekarang dapat menyuarakan pendapat mereka, baik atau buruk, melalui
bentuk-bentuk sosial media seperti blog atau jaringan seperti Facebook atau
Twitter. Individu dengan kepentingan bersama dapat menemukan satu sama lain dan
berbagi informasi. Organisasi yang peduli tentang reputasi mereka tidak punya
pilihan selain mendengarkan.
Fragmentasi media dan munculnya media sosial
telah membawa reputasi merek dan risiko pribadi ke fokus yang tajam yang tidak
pernah ada sebelumnya. Pemegang saham tidak puas, pelanggan dan staf
menyuarakan pendapat mereka kepada khalayak melalui internet dan media sosial.
Anda mungkin mampu mengendalikan segala sesuatu yang karyawan Anda pikirkan,
katakan dan tulis tentang merek Anda. Tapi, apakah Anda sepenuhnya mampu
mencegah mereka bersuara melalui internet atau media sosial? Dalam konteks
merek, itulah anarki reputasi.
Berbeda dengan dulu, kini makin banyak
kelompok penggiat konsumen yang menetapkan agenda kebijakan publik mereka
dengan menggabungkan teknik propaganda dengan teknologi computer. Bahkan kini
makin dipermudah dengan adanya media sosial.
Sumber :
http://septianludy.blogspot.co.id/2014/07/manajemen-reputasi.html
http://manajemenkomunikasi.blogspot.co.id/2011/02/reputasi-dalam-public-relations.html
Komentar
Posting Komentar